SIDOARJO Tradisi dan spiritualitas bersatu dalam sebuah momen sakral bertajuk Sowan Leluhur 1000 Dupa dan 1000 Takir yang digelar oleh Yayasan Tlasih 87 Cabang Sidoarjo, Minggu (15/6/2025) di Punden Balowono, Desa Wonomlati, Kecamatan Krembung, Kabupaten Sidoarjo.

Acara ini menjadi magnet bagi berbagai elemen masyarakat, mulai dari warga lokal, pecinta budaya dari luar kota seperti Pasuruan, hingga perwakilan dari Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Dispora) Kabupaten Sidoarjo.
Kegiatan dimulai pukul 13.00 WIB di lokasi yang diyakini menyimpan jejak peninggalan Kerajaan Jenggala. Para peserta pria mengenakan beskap lengkap, sedangkan peserta perempuan tampil anggun dalam balutan kebaya bernuansa hitam yang menambah kekhidmatan suasana.
Dalam sambutannya, perwakilan Yayasan Tlasih 87 Cabang Sidoarjo menyampaikan bahwa acara ini bukan sekadar ritual, melainkan bagian dari ikhtiar menjaga warisan budaya luhur Jawa.
“Kegiatan ini adalah bentuk rasa syukur dan penghormatan kepada para leluhur. Lewat dupa dan takir yang disiapkan dalam jumlah simbolik, kami ingin menyambung kembali hubungan spiritual dengan masa lampau. Kami juga mengajak generasi muda untuk mengenali dan mencintai budayanya sendiri,” ujar Bopo WirobKadeg yang punya nama asli Haryo Widodo, selaku perwakilan yayasan.
Dispora Kabupaten Sidoarjo juga memberikan apresiasi terhadap inisiatif pelestarian budaya lokal ini. Kegiatan semacam ini dinilai memiliki potensi dikembangkan menjadi atraksi budaya sekaligus wisata spiritual yang bernilai tinggi, terutama karena keunikan lokasi dan kisah-kisah mistis yang menyertainya.
Lokasi acara memang bukan tempat biasa. Sekitar satu tahun lalu, ditemukan struktur pondasi bata merah di bawah tanah yang berada di tengah-tengah sawah penduduk. Penemuan ini bermula dari sebuah ritual pencarian sumber air menggunakan kelapa muda. Ketika mencapai titik tertentu, kelapa yang dibawa tiba-tiba berputar sangat cepat. Penggalian dilakukan keesokan harinya, dan ditemukan susunan bata merah yang terpendam kurang dari satu meter di bawah tanah.
Tak jauh dari titik itu, sekitar 50 meter, ditemukan pula gundukan bata merah menyerupai altar dengan pohon besar yang diperkirakan sudah berusia ratusan tahun. Pohon tersebut sempat tersambar petir hingga tumbang. Anehnya, saat warga mencoba membawa potongan kayunya, muncul fenomena ganjil kayu berubah menyerupai ular besar. Hingga kini, tak ada warga yang berani menyentuhnya lagi akhirnya kayu lapuk termakan usia.
Salah satu warga yang sempat membawa pulang sepotong bata merah pun mengaku mengalami mimpi didatangi sosok orang tua yang memintanya untuk mengembalikan bata tersebut ke tempat semula.
Menurut Bopo Sutisno, tokoh spiritual dan ketua paguyuban budaya di Dusun Balowono, lokasi tersebut diyakini sebagai bagian dari wilayah Kerajaan Jenggala. Struktur bata merah dan altar yang ditemukan diduga kuat merupakan tempat semedi para tokoh spiritual masa lampau.
“Kami ingin membangun ulang tempat ini sebagai pusat spiritual dan pelestarian budaya. Namun karena lahan ini milik pribadi, kami masih menunggu kesediaan dari pemilik tanah serta musyawarah lebih lanjut dengan masyarakat,” jelas Bopo Sutisno.
Meski masih ada pro dan kontra di tengah warga, acara ini tetap berlangsung dengan tertib dan penuh khidmat, menunjukkan bahwa semangat uri-uri budaya masih hidup dan berkembang.
Yayasan Tlasih 87 menegaskan bahwa kegiatan ini akan terus menjadi agenda budaya rutin. Mereka berharap dukungan dari pemerintah daerah maupun masyarakat agar lokasi ini bisa dijadikan cagar budaya dan lokasi wisata spiritual berbasis kearifan lokal.
Acara Sowan Leluhur 1000 Dupa dan 1000 Takir tidak hanya menjadi perwujudan rasa syukur, tapi juga menjadi media edukasi penting bagi generasi penerus agar tak melupakan akar budaya dan spiritualitas bangsa.@