Ahli Waris Kecewa, Mediasi Kasus Lahan di Tosari Gagal Terlaksana

PASURUAN| Desas-desus mengenai rencana pembelian lahan oleh pihak kontraktor perhotelan di wilayah Tosari-Tengger sempat mengejutkan pihak ahli waris yang merasa memiliki hak atas lahan tersebut. Sebagai bentuk tindak lanjut, Rabu (4/6/25) kemarin, pihak ahli waris yang didampingi newmemojatim.net mendatangi Kantor Desa Tosari guna melakukan mediasi kedua terkait kepemilikan lahan.

Namun sayangnya, mediasi yang diharapkan bisa menjadi titik temu tersebut tidak berjalan sesuai harapan. Ahli waris merasa kecewa terhadap kepala desa beserta perangkatnya karena pihak yang berkepentingan dalam konflik tersebut tidak hadir dalam mediasi.

“Saya sangat kecewa dengan Pak kades dan bawahannya. Jauh hari sebelumnya Saya sudah minta agar desa mengirimkan undangan mediasi ke pihak yang bersangkutan. Tapi hari ini, hanya Saya (Donik) yang hadir. Alasan ketidakhadiran pihak lain sangat tidak masuk akal. Saya datang jauh-jauh dari Kota Pasuruan ke Tosari, tapi tidak ada titik terangnya. Saya akan terus kejar kasus ini, bahkan jika harus lewat meja hijau,” ujar Donik pada newmemojatim.net

Untuk mengklarifikasi, tim media mendatangi rumah salah satu pihak terkait, yaitu Minto. Ketika ditanya mengenai alasan ketidakhadirannya dalam mediasi, Ia mengaku tidak pernah menerima undangan dari pihak desa.

“Saya tidak menerima undangan dari desa. Padahal katanya pihak ahli waris sudah meminta desa mengirim surat. Ada apa sebenarnya ini?,” ujar Minto dengan nada kecewa.

Atas ketidakjelasan proses mediasi ini, pihak ahli waris berencana melaporkan dugaan penyerobotan lahan ke pihak berwajib. Kasus ini mengacu pada Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan tanah, yang mengancam pelaku dengan hukuman penjara hingga 4 tahun.

Selain itu, juga merujuk pada Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 51/Prp/1960 yang melarang penggunaan tanah tanpa izin pemilik sah, dengan sanksi kurungan maksimal 3 bulan dan/atau denda.

Baca Juga  Dinilai Berprestasi Kapolda Jatim Beri Penghargaan Tim Satgas Pangan

Kasus ini menambah deretan konflik agraria yang masih kerap terjadi di wilayah pegunungan, dan menegaskan pentingnya transparansi serta peran aktif aparat desa dalam memediasi sengketa dengan adil dan terbuka.