MADURA | Sebagaian besar masyarakat luas mengenal Pulau Madura hanya dari sisi kerasnya yang mencuat dan caroknya, namun dari sisi lain suku Madura memiliki tradisi unik yang masih dilestarikan hingga dikenal sampai manca negara seperti kerapan sapinya.
Seolah pulau ini tak menawarkan apa-apa selain bara. Padahal, seperti laut yang tampak tenang tapi menyimpan pusaran, Madura lebih dari sekadar stereotype tajam.
Carok sering jadi kata pertama yang muncul ketika Madura disebut. Padahal ia bukan sekadar kekerasan. Ia adalah tafsir purba tentang harga diri, tentang kehormatan yang dibawa turun-temurun. Salah, iya. Tapi bukan tanpa akar. Seperti kerapan sapi: sebuah adu kecepatan yang nyaris brutal, tak Seluwes pacuan kuda, Tapi Tetap dijalankan dengan semangat Warisan. Antara adrenalin dan adat.
Madura memang keras. Tapi juga Ramah. Dua hal yang terdengar berlawanan tapi justru hidup berdampingan. Di balik wajah garang Para lelaki Madura, ada keteguhan iman yang diam-diam mendalam.
Lihatlah Rumah-rumah mereka, tak lengkap tanpa musholla kecil di halaman depan rumah Tempat shalat, tempat tamu, tempat tafakur. Keras di luar, lembut di dalam.
Masyarakatnya Supel dan lugu. Tak banyak basa-basi tapi setia. Jika disapa, akan menjawab. Jika dipercaya, akan menjaga. Islam di Suku Madura bukan sekadar Ritual, tapi irama hidup. Pesantren bukan pilihan, tapi Napas.
Mayoritas mereka santri meski tak semua tinggal di pesantren. Tapi hidup mereka tak lepas dari kiainya. Tak jauh dari surau. Tak asing dengan pengajian. Di sinilah wajah lain Madura tinggal, yang tidak tampil di televisi, tidak jadi judul berita, tapi justru itulah jantungnya.
Madura bukan semata adu jangkrik yang bising, atau adu domba yang buas. Ia juga tentang anak-anak yang belajar mengaji di bawah cahaya petromaks. Tentang perempuan yang menjaga rumah dengan sabar. Tentang lelaki yang pergi jauh merantau, tapi pulang membawa sajadah.
Madura, seperti kehidupan, bukan untuk dihakimi dari luarnya. Tapi untuk didengarkan—dengan hati yang tidak buru-buru menilai. Jadi jangan jadikan Carok sebagai kata pertama ketika menyebut Madura.@ Matsari