SURABAYA| Pameran lukisan PERUPA KEDIRI “Nyambung Roso” selama Sabtu s/d Kamis (19-24/4/25) terselenggara di Galeri Prabangkara Taman Budaya Jawa Timur. Disini ada sebanyak 15 pelukis asal Kediri yang memamerkan karyanya. Mereka diantaranya : Agung Gondrong, Agung Otong, Ali Shodiqin, Ari Berta Galung, Subroto, Candra Indratno, Lian M. Margareta, Donacas, Rusian, Santoso, Sutikno, Suyadi, Tjahya Puh Cahyo, Wawan, Woro Puspita.

Dari ke 15 pelukis tersebut, masing-masing memamerkan dua karyanya. Dengan begitu ada sekitar 30 lukisan yang terpajang di dinding galeri. Karya-karya yang ditampilkan pun sangat variatif, mulai dari ekspresionisme, realisme, hingga gaya kontemporer.
Lian M. Margareta misalnya, perupa perempuan asal Kediri ini menampilkan lukisan dengan judul Sun Flower and Cat. Di lukis dengan media oil on mixed dalam kanvas berukuran 150 x 100 cm, gambar bunga dan kucing yang dilukisnya mendefinisikan bahwa tanaman ini mewakili berbagai tahap kehidupan, meskipun bersinar terang saat matahari berada dipuncaknya, bunga ini tidak kalah inspiratif saat Ia hancur tanpa suara. Sementara Kucing, bagi Lian adalah simbol kemandirian dan kecukupan diri.
“Jika Anda merasa tertarik pada sifat penyendiri mereka, itu mungkin mencerminkan penghargaan Anda terhadap otonomi Anda sendiri. Hewan berjiwa kucing mendorong Anda untuk mencari jalan Anda sendiri, menghargai ruang pribadi Anda, dan mengembangkan kekuatan batin Anda tanpa terlalu bergantung pada orang lain,” papar Lian M Margareta.
Kegiatan yang terselenggara dalam Pekan Seni Lukis Jatim 2025 ini merupakan respon dari undangan pihak Galeri Prabangkara, melalui inisiasi Kepala Galeri Prabangkara, Muit Arsa yang menginginkan adanya ruang bagi komunitas pelukis Kediri untuk menampilkan karya mereka di Surabaya.
Dari sini, para seniman di Kediri pun berkoordinasi dan menyusun format pameran sesuai kapasitas ruang yang tersedia.
Ketua Koordinator Pameran Nyambung Roso, Sutekno menyampaikan bahwa pameran lukisan “Nyambung Roso” ini membebaskan para seniman mengekspresikan karakter masing-masing. Hal ini mencerminkan keragaman perspektif dan gaya dalam komunitas, sekaligus menjadi ruang dialog visual antar pelukis.
Sebab meski berada dalam satu kota, para seniman Kediri sendiri mengakui jarangnya bertemu. Karena itu, pameran ini menjadi momentum untuk menyambung kembali komunikasi dan semangat berkarya.
“Semoga dari sini lahir masukan, apresiasi, bahkan kolaborasi yang bisa membawa progres ke depan,” tutur Sutekno.
Pameran Nyambung Roso menjadi pengingat bahwa seni adalah bahasa rasa yang menyatukan, bahkan ketika tak saling bersua setiap hari. Dari Kediri untuk Surabaya dari kanvas ke hati.@